IMG-LOGO

Bitcoin Hadapi Fluktuasi Harga Pasca Upaya ATH Baru

darmawanbuchari - 2024-06-16 03:39:54






c1b60f09-0664-4609-b757-412272a0fb6c.jpg

Screenshot BTC di Market Binance


Dunia mata uang kripto yang sering kali tidak terduga. Bitcoin sekali lagi menjadi pusat perhatian setelah mengalami serangkaian fluktuasi harga yang signifikan. Sejak awal Juni 2024, Bitcoin telah mengalami penurunan drastis dari kisaran US$71.900 atau Rp 1.178.800.500, gagal berulang kali untuk menembus All-Time High (ATH) terbarunya di US$73.700 atau Rp 1.208.311.500 yang dicapai pada 14 Maret 2024.


Pada hari Jumat yang lalu, mata uang digital ini bahkan sempat ditutup di bawah Simple Moving Average 50 hari (SMA50) pada US$65.900 atau Rp 1.080.430.500, dan hanya mengalami kenaikan tipis menjadi US$66.131 atau Rp 1.084.217.745 pada Sabtu petang.


Kinerja Bitcoin selama kuartal kedua tahun 2024 tampaknya kurang menggembirakan dengan penurunan sebesar 5 persen, yang sebagian besar disebabkan oleh kapitulasi penambang pasca-halving pada April 2024.


Namun, tidak semua berita adalah kabar buruk bagi para penggemar kripto. Beberapa indikator on-chain dan analisis teknikal memberikan harapan baru bahwa tren kenaikan harga Bitcoin masih memiliki ruang untuk berkembang.
Grafik Bitcoin Price Rainbow, sebagai salah satu takaran jangka panjang, menunjukkan bahwa masih ada ruang kenaikan lebih lanjut, sehingga saat ini merupakan masa yang baik untuk melakukan akumulasi.


Indeks Kekuatan Relatif (RSI) BTC saat ini berada di angka 69,9, yang menunjukkan bahwa mata uang ini belum mencapai kondisi overbought dan masih memiliki potensi untuk naik lebih tinggi lagi setelah koreksi saat ini.


Moving Average 200-Week Heatmap juga memberikan sinyal positif dengan menunjukkan bahwa puncak harga belum tercapai, memberikan sinyal hold ataupun akumulasi bagi investor. Sementara itu, data Cumulative Value Coin Days Destroyed (CVDD) menunjukkan bahwa BTC belum mencapai puncaknya dan masih undervalued.


Analisis lebih lanjut dari grafik Bitcoin 2-Year Multiplier menunjukkan bahwa BTC masih diperdagangkan di antara garis merah dan hijau, tanpa konfirmasi bahwa harga telah mencapai puncaknya.


Namun, perlu diwaspadai penjualan besar-besaran oleh whale Bitcoin yang telah terjadi baru-baru ini, dengan kelompok ini menjual 50.000 Bitcoin senilai US$3 miliar dalam waktu singkat.


Analis kripto terkenal Ali Martinez mencatat bahwa harga Bitcoin perlu cepat naik di atas US$66.254 untuk menghindari jatuh ke US$61.000. CEO CryptQuant Ki Young Ju juga berpendapat bahwa harga masuk rata-rata untuk trader Bitcoin adalah sekitar US$47.000, dan pasar masih bisa dianggap bullish meskipun dengan penurunan 27 persen.


Rachel Lin, CEO SynFutures, memperingatkan bahwa baik Bitcoin maupun Ethereum tampak bearish dalam jangka pendek, dengan level krusial untuk BTC adalah US$67.000.


Faktor makroekonomi seperti tingkat inflasi, perubahan suku bunga, dan peristiwa geopolitik juga memainkan peran penting dalam dinamika harga Bitcoin. Misalnya, jika inflasi terus meningkat atau The Fed mulai memangkas suku bunga acuan, hal tersebut dapat mempengaruhi sentimen pasar dan potensi harga Bitcoin.


Analisis dari Bernstein memprediksi bahwa harga Bitcoin akan mencapai puncak siklus sebesar US$200.000 pada tahun 2025 dan kemungkinan mencapai US$1 juta pada tahun 2033.


Dengan fundamental jangka panjang yang menjanjikan dan perubahan iklim politik AS yang mendukung kripto, pasar kripto diingatkan sebagai permainan jangka panjang dengan fokus pada gambaran besar daripada fluktuasi harian.


@darmawanbuchari


About Me


Thank You and Be Useful